Etika dan Profesi Akuntansi Publik Pada Bank di Indonesia
ABSTRAK
Tulisan ini menguraikan
tentang etika profesi akuntan publik yang merupakan karakteristik dari suatu
profesi yang membedakan dengan profesi yang lain dan yang berfungsi mengatur
tingkah laku para anggotanya. Profesi akuntan publik saat ini tengah menghadapi
berbagai sorotan tajam dari masyarakat, terlebih setelah terungkapnya kasus
manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron yang merupakan tonggak pemicu
terjadinya krisis kepercayaan dalam profesi akuntan. Tulisan ini difokuskan
terutama untuk menjawab bagaimana peranan etika profesi dalam meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. profesional bagi
akuntan publik adalah prilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, diri
sendiri, peraturan, undang-undang, klien, dan masyarakat termasuk para pemakai
laporan keuangan.
1.1 PENDAHULUAN
Dalam menjalankan profesinya,
seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu
norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara
akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan masyarakat. Akuntan publik
sebagai pihak yang bebas dan tidak memihak (independen ) dalam melakukan
pemeriksaan yang objektif atas laporan keuangan dan menyatakan pendapatnya atas
kewajaran laporan keuangan, sangat diperlukan jasanya oleh masyarakat pengguna
laporan keuangan. Guna meningkatkan kepercayaan pemakai jasa profesi akuntan
publik sebagaimana layaknya yang mereka harapkan, maka perlu adanya kode etik
akuntan, termasuk kode etik bagi akuntan publik. Dengan adanya kode etik, para
akuntan publik dapat menentukan mana perilaku yang pantas (etis) ia lakukan dan
mana yang tidakpantas ( tidak etis).
Penetapan kode etik oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi di Indonesia,
merupakan upaya dalam rangka penegakan etika, dalam hal ini khususnya bagi
akuntan publik. Berkembangnya profesi akuntan publik, telah banyak diakui oleh
berbagai kalangan masyarakat. Sedikit tidaknya masyarakat dunia usaha telah menggantungkan
kebutuhan bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Seiring dengan perkembangan
tersebut, muncul pula suatu fenomena baru di tengah kehidupan bisnis masyarakat
kita akhir-akhir ini. Meskipun IAI sudah menetapkan kode etik bagi akuntan
termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap ada pelanggaran-pelanggaran etika.
Adanya pelanggaran-pelanggaran etika ini tentu saja menimbulkan krisis
kepercayaan terhadap profesi akuntan publik itu sendiri. Ini merupakan
tantangan bagi akuntan publik pada masa yang akan datang untuk tetap
mempertahankan citra profesinya di mata masyrakat. Oleh karena itu sudah
sewajarnya diperlukan penegakan etika bagi akuntan publik, terlebih lagi
setelah munculnya krisis kepercayaan tersebut. Dengan adanya penegakan etika,
diharapkan mampu menghilangkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap profesi
akuntan publik.
1.2 Latar Belakang
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Sejauhmana perlunya
penegakan etika bagi akuntan publik.
2. Faktor-faktor apa
yang berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik.
3. Bagaimana tanggung
jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan
publik.
2.1 TINJAUAN TEORITIS
Etika, Profesi dan
Peran Kode Etik
Di Indonesia etika diterjemahkan
menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su
berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga
terdapat apa yang disebut dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam
kelompok profesi yang bersangkutan. Etika tersebut dinyatakan secara tertulis
atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral
psikologik, yaitu
dikucilkan atau disingkirkan
dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan
(Arens :2008).
Chua et al, (dalam jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa
etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Dengan demikian, yang
dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan
seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang
kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar
(outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari
masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus
dilakukannya dalam situasi tertentu. dengan adanya kode etik, maka para anggota
profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik
Griffin dan Ebert (1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku
yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan
dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell
(dalam Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan
karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
karakteristik yang dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan,
sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi
perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dalam hubungannya dengan akuntan publik,
berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis
akuntan, termasuk
akuntan publik.
Beberapa Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor Posisi /
Kedudukan.
Ponemon (1990)
menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal ini
Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga
berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2. Faktor imbalan yang
diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan /insentif)
Pada dasarnya seseorang
yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena
dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah
kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan
ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya. Selain
gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang
telah dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil.
3. Faktor Pendidikan
(formal, nonformal dan informal)
Sudibyo (1995 dalam
Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi
(pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis
akuntan publik.
4. Faktor
organisasional (perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan
dengan rekan kerja).
Lingkungan kerja turut menjadi faktor
yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa
pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil
pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5. Faktor Lingkungan
Keluarga
Pada umumnya individu
cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan sikap dan perilaku
orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga). Kecenderungan
ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan
untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan
berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula (Azwar
1998 : 32 ).
6. Faktor Pengalaman
Hidup
Beberapa pengalaman
hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup
tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil
pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku
yang semakin etis .
2.2 Upaya Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya
untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan
perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi
para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008).
Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan
bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres
VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari.
1. Prinsip Etika
Terdiri dari 8 prinsip
etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan
kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa
profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan
publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik
Terdiri dari
independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi,
tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta
tanggung jawab dan praktik lain.
3. Interpretasi Aturan
Etika.
Interpretasi aturan
etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannnya. Di Indonesia, penegakan kode etik
dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor
Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas
Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI,
Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi,
pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para
anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan
etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode
etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI
dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan sengketa secara umum
meliputi sebagai berikut :
A. Kongres V (1982-1986),
meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
B. Kongres VI
(1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
C. Kongres VII
(1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi dan publikasi.
D. Kongres VIII
(1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan
Berdasarkan pernyataan
di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan
penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian
sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih Tetap ada. Hal ini
terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu
menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.
2.3 Kasus : Audit Bank
Saat ini para auditor independen
sejumlah bank bermasalah diajukan ke Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BP2AP) IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Vonis dari badan ini, apabila berupa
sanksi pemberhentian sementara atau tetap, otomatis berpengaruh terhadap izin
praktek yang dikeluarkan oleh Menkeu.
Salah satu persyaratan izin praktek
adalah keharusan sebagai anggota IAI. Kalau keanggotaannya diberhentikan
sementara, otomotis Menkeu juga akan memberhentikan sementara yang
bersangkutan. Sejauh ini memang belum pernah ada sanksi sampai pencabutan
keanggotaan. Hal ini karena belum ada kasus yang sedemikian berat. Namun,
sanksi pemberhentian sementara sudah cukup sering dikeluarkan.
Sementara itu sepuluh akuntan
publik belum lama ini telah diberi sanksi peringatan oleh pihak Departemen
Keuangan RI. “Hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada 10 akuntan publik yang
melanggar standar audit dan kepada mereka telah digunakan sanksi peringatan”.
Depkeu dapat memberikan sanksi
peringatan, pembekuan izin, dan pencabutan izin kepada akuntan publik dan
kantor akuntan publik (KAP). Sanksi peringatan dikenakan sebanyak tiga kali
berturut-turut dengan selang waktu maksimal enam bulan. Setelah peringatan
ketiga tidak ada perbaikan dalam waktu sebulan, jatuh sanksi pembekuan izin.
Jika penyebab dari sanksi pembekuan izin tidak juga diatasi sampai berakhirnya
sanksi, izin akuntan publik dan atau KAP bersangkutan dicabut.
Tindakan yang diambil baik oleh
BP2AP maupun Depkeu itu merupakan tindak lanjut atas “ribut-ribut”nya ICW
(Indonesian Corruption Watch). ICW menemukan adanya berbagai pelanggaran yang
dilakukan oleh para akuntan publik tatkala mengaudit bank-bank bermasalah untuk
tahun buku 1995, 1996, dan 1997. Ada 10 KAP yang melakukan audit terhadap
36-dari 38-bank yang kemudian dibekukan kegiatan usahanya (BBKU).
Dari hasil pengolahan data yang
diberikan oleh ketua tim investigasi ICW, Agam Fatchurrochman, bisa disimpulkan,
antara lain, bahwa hampir semua ( 9 KAP) tidak melakukan pengujian yang memadai
atas suatu rekening, dokumentasi audit pada umumnya kurang memadai (7 KAP), dan
ada satu auditor yang tidak paham peraturan perbankan tetapi menerima penugasan
audit terhadap bank.
3.1 PEMBAHASAN
Pada Bab ini, penulis melakukan
pembahasan mengenai kasus yang ada pada point no. 2.3 yaitu tentang “ Audit
Bank”. Adapun uraian pembahasan berdasarkan kepada latar belakang masalah dan
tinjauan teoritis yang ada pada Bab II. Dengan pembahasan kasus ini, nantinya
akan membantu menjawab permasalahan yang ada pada identifikasi masalah.
Etika menjadi kebutuhan penting
bagi semua profesi yang ada, termasuk profesi akuntan, khususnya akuntan
publik. Dalam kaitannya dengan profesi, etika tersebut mencakup prinsip
perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis
maupun untuk tujuan idealistis.
Di samping itu, kode etik tersebut
akan berpengaruh besar terhadap reputasi serta kepercayaan masyarakat pada
profesi yang bersangkutan. Jika anggota profesi seperti para akuntan publik,
menjalankan kode etik sesuai dengan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dalam aturan etika kompartemen akuntan publik, penulis yakin dengan
sepenuhnya tidak akan ada lagi penilaian dari masyarakat yang akhir-akhir ini
menuduh akuntan sebagai penyebab terjadinya
Melihat kasus yang menimpa 10
akuntan publik seperti yang diberitakan oleh Warta Ekonomi (edisi 13 Agustus
2001), itu merupakan suatu bukti bahwa tuduhan masyarakat selama ini terhadap
mutu pekerjaan akuntan benar adanya, berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan
bahwa ada 10 akuntan publik yang melanggar standar audit dan kepada mereka
telah dikenakan sanksi peringatan.
Kasus tersebut walaupun menimpa
sebagian akuntan publik, tapi sudah mencemarkan profesi akuntan publik itu
sendiri. Berkaitan dengan etika, akuntan publik juga dituntut untuk mempunyai
rasa tanggung jawab dalam memberikan pendapat tentang kewajaran laporan
keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Dalam
memberikan pendapat atau menolak untuk memberikan pendapatnya, akuntan publik
harus berpedoman pada standar auditing yang ada.
Berdasarkan kasus yang ada, masyarakat
sudah kurang percaya denganopini yang diberikan akuntan publik. Hal ini cukup
beralasan sekali, setelah akuntan mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) terhadap bank-bank yang bermasalah, tidak lama sejumlah bank tersebut ada
yang dilikuidasi. Isu tersebut dilemparkan sedemikian rupa, seolah-olah akuntan
publik dari semua bank tersebut bermasalah. Kalau kita mau jujur, sebenarnya
kesalahan itu tidak sepenuhnya ada pada akuntan publik. Karena secara logika,
tidak mungkin akuntan publik mempunyai peran yang begitu hebat bisa
menghancurkan bank. Padahal pekerjaan akuntan publik itu cuma melakukan
pemeriksaan, dan dari hasil pemeriksaan itu kemudian memberikan opini, apakah
laporan keuangan yang disusun perusahaan sudah sesuai dengan standar yang
berlaku. Kita harus menyadari bahwa laporan keuangan itu adalah tanggung jawab
manajemen. Akuntan publik hanya mengecek apakah laporan keuangannya sudah
disajikan secara benar.
Akhirnya semua ini akan tergantung
kepada akuntan itu sendiri secara individu. Bagaimana kesiapan mental yang
harus dimiliki di tengah gunjang-ganjing krisis kepercayaan masyarakat terhadap
mutu pekerjaan akuntan publik ini. Sudah sewajarnya masing-masing akuntan
publik itu dapat mengukur sejauh mana ia sudah berperilaku etis, sehingga ia
tetap dapat eksis di tengah-tengah masyarakat.
berdasarkan laporan ICW ada
satu auditor yang tidak paham peraturan perbankan tetapi menerima penugasan
audit terhadap bank. Hal ini tentu saja melanggar etika. Karena seorang akuntan
publik harus melaksanakan penugasan berdasarkan kompetensinya. Kalau akuntan
publik itu tidak paham tentang peraturan perbankan, sebaiknya ia tidak menerima
penugasan. Lebih baik akuntan publik itu mengundurkan diri dari penugasan. Dan
ini bukan merupakan suatu hal yang tidak wajar. Akan tetapi lebih bijaksana
dari pada ia menerima penugasan, tetapi tidak paham tentang hal penugasan itu,
sehingga dalam praktiknya terjadi pelanggaran (malpraktik). Ini merupakan
kesalahan fatal, yang menyebabkan jatuhnya reputasi KAP-nya khususnya , dan IAI
pada umumnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Etika profesi
mendapat tempat yang sangat istimewa dan mendasar bagi kehidupan profesional
seseorang akuntan. Sistem yang tidak dapat ditawartawar dan harus dikembangkan
adalah prinsip independen, objektif dan due profesional care.
2. Penegakkan etika
profesional merupakan kunci untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat
terhadap jasa yang diberikan oleh akuntan publik, apabila etika profesi yang
menjadi landasan bagi akuntan publik tidak dijalankan semestinya maka akan
berdampak kepada munculnya masalah berupa ketidakpercayaan masayarakat terhadap
jasa profesional yang diberikan.
3. Penegakan etika bagi
akuntan publik yang lebih baik lagi merupakan suatu tantangan yang berat baik
bagi IAI sendiri maupun anggotanya (dalam hal ini akuntan publik) pada masa
yang akan datang sehubungan dengan adanya krisis kepercayaan terhadap mutu
pekerjaan akuntan publik.
4. lemahnya penegakan
hukum dan adanya tumpang tindih dalam praktek penyelesaian pelanggaran, yang
seharusnya tidak terjadi.
5. IAI selaku
organisasi profesi terus berusaha menciptakan suatu terobosan baru dalam upaya
penegakan etika sesuai dengan tuntutan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arfan Ikhsan Lubis dan
ayu Oktaviani, 2003, Upaya Memperbaiki Kemerosotan Citra Akuntan, Edisi 32
April, Media Akuntansi, PT. Intama Artha Indonesia
Arens, Alvin A. Randal
J.Elder, Mark S.Beasley, 2008. Auditing and Assurance Services and ACL Software.
12 th Edition. New Jersey : Prentice Hall.
Jusuf, Al Haryono,
2001. Auditing (Pengauditan), Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan STIE – YKPN, Yogyakarta 2001
Ikatan Akuntan
Indonesia, 2000. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Jakarta, Edisi Juli 2000,
Warta Ekonomi,2001.
Audit Bank, Jakarta,Edisi 13 Agustus 2001
Wuryan Andayani, 2002,
Etika Profesi, Tanggung Jawab Auditor dan Pencegahan Kecurangan dengan Teknologi Baru, Media Akuntansi Edisi
23 Januari, PT.Intama Artha Indonesia.
http://azakiadiana.blogspot.co.id/2014/11/tuga-2-etika-profesi-akuntansi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar