BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Indonesia merdeka sudah enam puluh Sembilan
tahun yang lalu, tentu keadaan ekonomi setiap tahunnya berbeda-beda sejak
negara ini di pimpin oleh Soekrno, Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan SBY.
Makalah ini di latar belakangi
keingintahuan mengenai perkembangan ekonomi Indonesia dari zaman Soeharto
hingga SBY dan mencoba membandingkan perkembangan ekonomi tersebut dari masa
kemasa.
1.2
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
keadaan ekonomi di zaman Soeharto?
2.
Apa
saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman Soeharto?
3.
Bagaimana
keadaan ekonomi di zaman B.J.Habiebie?
4.
Apa
saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman Habiebie?
5.
Bagaimana
keadaan ekonomi di zaman Gusdur?
6.
Apa
saja kebijakan yang telah dilakukan untk perekonomian pada zaman Gusdur?
7.
Bagaimana
keadaan ekonomi di zaman Megawati?
8.
Apa
saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman Megawati?
9.
Bagaimana
kedaan ekonomi dizaman SBY?
10.
Apa
saja kebijakan yang telah dilakukan untuk perekonomian pada zaman SBY?
1.3
Tujuan
Masa kepemimpinan masing-masing Presiden itu tentu
berbeda, salah satu indicator untuk melihat hasil buah tangan masa kepemimpinannya
ialah kondisi ekonomi. Disini akan d ulik secara jelas bagaimana cara presiden
tersebut mengatur keadaan ekonomi negara ini, ap saja yang dilakukan dan pada
zaman siapa yang lebih menghasilkan buah tangan perekonomian yang baik.
BAB II
METODE PENELITIAN
Makalah itu adalah suatu karya tulis yang wajib
dipertanggung jawabkan. Penulis mencoba mencari sumber yang terpercaya dan
membandingkan satu dengan yang lainnya . internet merupakan sarana yang paling
banyak memiliki informasi. Dari sekian banyak informasi, penulis akan
membandingkan antara sumber satu dengan yang lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keadaan ekonomi pada zaman Soeharto
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi
ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi
ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi
dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun,” kata Emil Salim, mantan menteri
pada pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim
penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto,
yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di
bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu
tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno,
pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor
perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan
merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
3.2 Kebijakan yang
dilakukan pada zaman Soeharto
Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan
cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu
dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan
yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para
teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari
negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia. Liberalisasi perdagangan dan investasi
kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian
Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada
kekuatan modal asing.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot
penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat
dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980.
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80%
ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa
dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga
Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan
pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas
tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama
ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya
kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh
Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia
yang berantakan di akhir tahun 1960.
3.3 Keadaan ekonomi pada
zaman B.J. Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era
reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau
rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah
satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Sejak krisis moneter
yang melanda Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan
swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi
perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja
menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit
dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil
tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK. Kondisi perekonomian
semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok
sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik
tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Ini adalah kesalahan Pemerintah Orde
Baru yang mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai negara
industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat Indonesia
yang merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang tergolong
masih rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah
dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna
meningkatkan kesejehteraan rakyat.
Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi
keberadaan Indonesia yang serba parah. Langkah-langkah yang dilakukan oleh
Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan
pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri
tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998,
Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru
yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang
menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar,
PPP, dan PDI.
3.4 Kebijakan yang
dilakukan pada zaman B.J. Habiebie
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi
Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi
Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent
berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia
didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank
Indonesia yaitu :
-Menetapkan dan melaksanakan
kebijaksanaan moneter
-Mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran
-Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau
perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan
harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak
mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang
bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa
itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah
rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar
Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung
di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya
nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik
yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir
masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang
diisyaratkan oleh IMF.
Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde baru ) Indonesia
telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan
IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan (pinjaman) kepada bank-bank yang
mengalami masalah likuiditas. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian
Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pemberian Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres
itu terbit setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad
Djiwandono, ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan disetujui
oleh Presiden Soeharto sesuai surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997. Atas
dasar hukum itulah Bank Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia) kepada perbankan nasional. Total BLBI yang
dikucurkan hingga program penyehatan perbankan nasional selesai mencapai
Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank.
5) Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak
Sehat
6) Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
3.5 Keadaan eknomi pada
zaman Gusdur (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada pertengahan tahun 1999 di lakukan
pemilihan umum, yang akhirnya di menangi oleh partai demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi ke dua, yang sebenarnya cukup
mengejutkan banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999 dilakukan SU MPR
dan pemilihan presiden di selenggarakan pada tanggal 20 oktober 1999. KH
abdurrahman wahid atau di kenal dengan sebutan gus dur terpilih sebagai
presiden RI ke empat dan mega wati sebagai wakil presiden. Tanggal 20 oktober
menjadi akhir akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus
Dur yang sering di sebut juga pemerintah reformasi.
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun
sebelumnya (1999) kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya
perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemilihan
perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan laju pertumbuhan hampir
mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI)
juga rendah, mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam mengerti sudah mulai
stabil.
3.6 Kebijakan yang
dilakukan pada zaman Gusdur
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun
belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari
keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya
mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
3.7 Keadaan ekonomi pada
masa Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian
Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang
dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati disebabkan antara
lain masih kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam negeri mauoun
swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah, memang kondisi
perekonomian Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik. Namun tahun 1999
IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia
bagi investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga deposito.
3.8 Kebijakan yang
dilakukan pada zaman Megawati
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8
milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar
negeri sebesar Rp 116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan
negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan
tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri.
Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara
dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat
berkurang.
3.9 keadaan ekonomi pada
masa SBY (20 Oktober 2004-sekarang)
Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah
mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak
(BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi
bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan,
kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di
Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami
perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di
tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi
sepanjang 2008 hingga 2009.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5
persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik
dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif
terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor
nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi
yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010.
Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian
Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin
fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam
lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia
mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama,
pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat
secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang
tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang
pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
3.10 Kebijakan yang
dilakukan pada zaman SBY
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya
kontroversial yaitu
a. mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji
memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para
investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah.
d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi
masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem
Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang
melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak
akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat
dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak
stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas
dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran
tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat
para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastic
BAB IV
KESIMPULAN
Kebijakan-kebijakan
ekonomi selama Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi
ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya
ekonomi tinggi dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal terakhir dapat dilihat
pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya
ketergantungan Indonesia terhadap modal Asing, termasuk pinjaman, dan impor.
Ini semua membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang
diawali oleh krisis nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada pertengahan 1997.
Memasuki pemerintahan masa transisi, sejak mulai
terjadinya krisis di belahan Negara-negara Asia pada akhir masa pemerintahan
orde baru, dan adanya peninggalan ketergantungan Negara terhadap bantuan modal
asing, sehingga mulai jatuhnya nilai
tukar Rupiah di pasar global. Negara-negara pemberi bantuan pun mulai tidak
percaya atas kemampuan Indonesia untuk menangani krisis yang terjadi di
negaranya. Adanya gejolak untuk mereformasikan Negara Indonesia oleh mahasiswa
sehingga terjadi tragedy tri sakti. Masa ini dipimpin oleh Habibie (1997-1998).
Memasuki masa pemerintahan reformasi sampai masa cabinet
SBY, merupakan masa yang dipimpin oleh Gus Dur justru semakin memburuk keadaan
ekonominya karena seolah-olah tidak ada niat untuk berpolitik secara
sungguh-sungguh terlihat dari caranya memandang inflasi yang hanya dianggap
sebagai pengaruh amandemen UU BI saja. Kemudian digantikan oleh Megawati, namun
tidak juga mengalami perbaikan walaupun nilai tukar di pasar internasional
mulai membaik dari masa pemerintahan Gus Dur. Setelah memasuki masa
pemerintahan SBY, merupakan tanggungjawab berat untuknya memperbaiki
perekonomian khususnya dalam menangani krisis dan inflasi, walaupun pada masa
jabata terakhirnya tahun 2009 mengalami gejolak untuk masalah BBM dan harga
pangan di pasar global. Masa ini dimulai tahun1999-2009.
Daftar pustaka
http://aprinsa-leonita.blogspot.com/2012/04/perekonomian-indonesia-pada.html http://ekosirsu.wordpress.com/2013/04/08/perekonomian-di-era-reformasi-pada-masa-pemerintahan-presiden-b-j-habibie/
http://sopyanhakimgunadarma.blogspot.com/2011/04/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-orde.html
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/05/03/-kondisi-ekonomi-di-masa-sby-650970.html
enak banget zaman pak soeharto walau pun blm pernah ngerasain masa2 pemerintahanx, tp dr cerita ortu dulu bahwa pak soeharto selalu tegas dlm menjalani tugasx sbg presiden, apalagi zaman pak soeharto semua barang serta murah bisa di dptx sesuka hati tanpa mempedulikan harga.. pengen banget lahir di zaman pemerintahan pak soeharto, hidup rasax tenang & tentram...😄😄😄
BalasHapus